Chapter 73: Hotel Mawar (2)
Tapi ketika pria itu membuka sedikit pintunya untuk mengintip, pintunya tiba-tiba terdorong dengan kuat! Seketika itu juga, pintu terbuka lebar dan pria ini terjepit di balik pintu gara-garanya.
"Aku kan sudah bilang lebih baik dobrak saja daripada menggedor begitu." Randika hanya tersenyum ke arah Hannah.
Hannah yang panik segera menerjang masuk dan mencari sahabatnya. "Monika!"
Hannah segera melihat Monika yang penuh air mata dengan pakaian dalamnya saja di atas kasur. Dia lalu mengambil sebuah jubah dan menutupinya sambil memeluk erat sahabatnya itu. "Tenanglah, aku sudah di sini."
"Hannah!" Monika menangis semakin keras, dia merasa lega temannya berhasil menyelamatkannya.
"Sudah, sudah." Hannah sedikit meneteskan air mata sambil mengelus kepala Monika.
Di sisi lain, Randika sedang memeriksa sekelilingnya. Mana orang yang bertanggung jawab atas perbuatan hina ini?
Seketika itu juga, dari balik pintu terdengar orang menangis. Randika lalu menyadari ada kaki yang mencuat dari balik pintu dan ternyata ada orang di baliknya.
"Siapa kalian?" Pria tersebut marah-marah pada Randika. "Berani-beraninya kalian menerjang masuk tanpa ijin! Akan kubuat kalian masuk penjara!"
"Aku sadar akan perbuatanku ini." Randika hanya menggelengkan kepalanya.
"Baguslah kalau begitu, aku ingin kalian segera keluar!" Pria itu mengusir Randika dan Hannah, dia lalu mencengkram tangan Monika dan berkata dengan nada dingin. "Kau ikut denganku!"
"Bajingan rendahan!" Hannah langsung menampar pria tersebut.
Pria itu sudah hendak memukul Hannah karena sudah merusak malam indahnya ini. Tiba-tiba, suara kamera handphone terdengar dan ketika dia menoleh, dia tertampar sekali lagi.
"Kau!" Pria itu terkejut, bisa-bisanya pria itu masih berani melawannya juga?
Namun, Randika menamparnya sekali lagi. "Hei pak tua, sepertinya kau tidak sadar akan situasimu saat ini."
Ketika pria tersebut hendak menjawab, Randika menamparnya sekali lagi. Dia lalu berkata dengan dingin. "Apakah aku menyuruhmu untuk menjawab?"
Beda dengan tamparan para perempuan itu, tamparan Randika sangat keras dan menyakitkan. Ketika dia berusaha menghindar, tamparan Randika masih tetap akurat mendarat di wajahnya.
"Apakah anjing sepertimu pantas menatapku seperti itu?" Wajah Randika mulai terlihat bengis. "Kau membuat mabuk perempuan yang masih muda dan membawanya ke hotel, kau adalah sampah dari sampah."
"Apakah kau punya bukti?" Pria tersebut sudah siap dengan pertanyaan seperti itu. "Apakah kau punya bukti bahwa aku memaksanya? Dia sudah 18 tahun dan kita sama-sama menginginkannya!"
Tanpa berbicara, Randika menendangnya keras. Pria tersebut segera menatap tembok dan mengerang kesakitan di lantai.
"Aku tidak perlu bukti," Randika lalu menghampirinya. "Lelaki macam kamu memang tidak layak untuk hidup."
Setelah mengatakan seperti itu, Randika menendangnya lagi. Kali ini pria tersebut menahan dengan tangannya tetapi dia masih kesakitan.
���Jangan pura-pura mati." Kata Randika dengan nada mengancam. "Aku masih belum selesai denganmu."
"Hajar dia sampai mati kak!" Hannah benar-benar marah, tega-teganya pria itu membuat temannya seperti ini?
"Kau… Apakah kau tidak tahu siapa aku?" Pria tersebut terbatuk berkali-kali dan darah mulai mengucur dari sudut mulutnya.
"Oh? Apakah kau orang terkenal? Kalau begitu akan kudengar terlebih dahulu." Kata Randika dengan santai.
"Hahaha!" Pria itu tertawa keras sambil menatap tajam Randika. "Jangan kabur ketakutan kalau sudah mendengarnya, aku adalah salah satu atasan dari Perusahaan Galaksi."
Perusahaan Galaksi?
Randika hanya terdiam membeku, dia menatap bingung ke arah pria tersebut. Bisa-bisanya dia berurusan dengan orang Perusahaan Galaksi 3x sehari? Apakah mereka fansnya?
Melihat ekspresi Randika yang tampak kebingungan itu, si pria ini semakin besar kepalanya. "Kalian semua akan kukubur dalam-dalam! Dengan kekuatan perusahaanku, tidak aka nada masa depan bagi kalian semua!"
Randika hanya tersenyum ketika mendengarnya. "Aku rasa semua orang dari Perusahaan Galaksi ternyata busuk-busuk."
"Kau masih tidak mengerti situasimu bocah?" Pria itu meludahi sepatu Randika. "Jika kau menyentuhku sekali lagi, akan kupastikan keluargamu ikut terseret ke jurang bersamamu!"
Namun, tiba-tiba, Randika menghampirinya dan menendangnya sekali lagi.
"Memangnya kenapa kalau kau berasal dari Perusahaan Galaksi?"
"Kau! Kau masih berani menyakitiku?!" Pria itu benar-benar marah.
"Mau kamu itu utusan negara atau presiden suatu perusahaan, aku tetap tidak peduli. Hari ini kau akan tetap kusiksa." Randika lalu mengambil tali raffia yang dibawanya dan mengikatnya ke kursi.
Setelah dirinya terikat, pria ini benar-benar ketakutan.
Ada apa dengan pria satu itu? Apakah dia tidak tahu kekuatan sebesar apa yang dimiliki Perusahaan Galaksi? Apakah pria ini masih waras?
Melihat Randika yang mengutak-atik celana panjangnya, pria tersebut segera marah kembali.
"Apa yang kau lakukan?"
"Aku hanya ingin melihat namamu siapa sebelum membuatmu merasakan apa yang telah kau lakukan kepada perempuan itu tadi." Setelah mengambil foto KTP pria tersebut, Randika mulai memikirkan cara untuk menyiksa orang ini.
Pertama-tama dia membuka jubah mandi orang tersebut. Badan penuh bulu yang menjijikkan dan bau ketiaknya sangat menyengat membuat Randika ingin muntah di tempat.
Hannah langsung memalingkan wajahnya, tidak ingin melihat tubuh menjijikkan pria itu. Apa yang akan dilakukan kakak iparnya tidak sebanding dengan penderitaan yang telah diterima oleh Monika. Hannah berharap pria itu mati saja.
"Tunggu! Kita sepertinya salah paham dengan semua kejadian ini." Wajah pria itu menjadi pucat ketika melihat bahwa Randika kembali membawa pisau makan yang ada di laci. "Aku bekerja di Perusahaan Galaksi jadi kalau ini masalah uang, aku akan memberikan padamu berapapun!"
Namun, di bawah tatapan minta ampun pria itu, Randika menggores pisaunya tepat di pipinya.
Setelah itu Randika kembali mengiris orang tersebut beberapa kali lalu berbisik padanya. "Jangan khawatir, luka itu tidak dalam. Semua ini hanyalah hidangan pembuka, nanti akan kuberi obat agar lukamu itu cepat menutup. Lagipula mati dengan 1000 sayatan membutuhkan lebih dari 1 hari."
Mati dengan 1000 sayatan?
"TIDAK! Lepaskan aku! Katakan berapa uang yang kau mau! Aku akan berikan seluruhnya padamu!" Pria itu segera meraung ketakutan seperti anjing menggonggong.
"Percuma memohon ampun sekarang." Randika lalu duduk dan menunjuk ke arah Monika. "Minta maaf padanya."
Pria itu segera menoleh dan berkata sambil menangis. "Monika maafkan aku. Kau perempuan tercantik yang pernah kulihat dan aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri. Maafkan aku dan aku akan memberikanmu uang yang banyak."
Monika hanya terdiam, dia sudah tidak sudi melihat wajah pria itu sedetik pun. Hannah tertawa lalu mengatakan. "Uang? Kau kira rasa malu ini bisa digantikan dengan uang?"
"Malu? Aku bahkan belum melakukan apa pun terhadap tubuhnya. Lepaskan aku dan aku jamin uang yang kau terima bisa tahan 7 turunan."
Monika lalu mengumpulkan seluruh keberaniannya dan menatap ke arah pria yang hampir menodai tubuhnya itu. "Aku akan melaporkan kejadian ini kepada polisi."
"Baiklah, kita akan menurutimu." Hannah lalu memeluk erat temannya itu.
"Polisi?" Pria itu segera menghela napas lega. Dia memiliki teman kuat di dalam kepolisian kota ini, dengan bantuannya dia akan lolos dari kejadian mengerikan ini. Tapi, Randika dengan cepat mengatakan, "Aku akan membawa orang ini ke kenalanku di satuan khusus kepolisian kota ini. Dengan bantuan polisi tersebut, aku jamin orang ini tidak akan pernah bisa lepas dari penjara."
Ketika mendengarnya, orang tersebut segera panik dan meronta-ronta. Randika lalu memukul bagian belakang kepalanya dan membuatnya pingsan.
Setelah keadaan menjadi tenang, Hannah melepas jaketnya dan membantu Monika berdiri.
Setelah memanggil keamanan hotel dan menjelaskan situasinya, Hannah dan Randika membawa pria tersebut ke Deviana.
"Masuklah ke dalam dan ceritakan segalanya kepada temanku itu. Aku akan menunggu di luar untuk memberikan temanmu itu privasi." Kata Randika dengan santai.
"Baik kak." Hannah tersenyum dan mengangguk. Kemudian dia menyuruh Randika menunduk dan mencium pipinya. "Terima kasih kak!"
"Hahaha bisa saja kau!" Randika lalu mengelus-elus kepala adik iparnya itu sambil tersenyum.
Hannah tersipu malu, entah kenapa dia terpikir untuk mencium kakak iparnya itu!